#IniUntukKita - Timeline

(Sebuah Curhatan Random Tentang Waktu)

officially 24 y.o, laughed like crazy

Ngomong-ngomong soal waktu, bulan ini tepatnya di 18 Agustus 2020 saya menginjak usia 24 tahun lho, muehehehe *abstrak banget. Oh hai, lama ngga bersua dengan blog. Jarak updatenya setahun-setahun begini semoga ngga keburu di-delete sama google karena dikira semacam trash bin gitu :’).

Beberapa waktu belakangan isi timeline saya di Instagram mostly seliweran feed tunangan, nikahan, lahiran, begitu pula story, tunangan-nikahan-lahiran-repeat, udah jadi bagian dalam hidup saya sehari-hari bahkan rutinitas ini mengalahkan kebiasaan makan saya yang ngga jelas. Tentunya saya turut berbahagia atas hal tersebut, saya bisa lihat banyak kisah di satu platform yang namanya Instagram ini. Saya bisa lihat teman saya yang pacaran sejak SMA kemudian menikah, atau bahkan sejak SD dan akhirnya bisa happy ending, yang alhamdulillah ngga jagain jodoh orang gitu, kayak saya misal *eh hahahah. Saya tersentuh, maksudnya, cinta mereka bisa sekuat itu, mengalahkan jenuh, mengalahkan ego, mengalahkan waktu. I’ve been in relationship before, and I know how hard it was. Jadi, congratulations to you guys, all of my friends who finally did it! I’m so proud of you, truly proud of you.

Di waktu saya sekarang, yang kata banyak orang “lah ancen wis umure toh, umure rabi” (memang sudah umurnya kan, umurnya nikah), saya seringkali mendengar pertanyaan, “Kamu kapan?”, “Kalau ada yang serius siap nggak Tte?”, “Kapan nikah Mbak?”, dan sebangsanya.

Awalnya I’m not really into it, tapi didukung dengan pengalaman percintaan yang pedih dan feed yang begitu gencar tentang pernikahan, sayapun agak baper dan sensitif dengan pertanyaan seputar marriage ini. Hingga pada suatu waktu, saya coba sebuah mindset dan meneguhkan hati, biar ngga kayak tahu yang dipenyet ambyar, saya pikir ya sudahlah, ngapain juga terlalu mikirin kata orang, toh tiap manusia pasti punya zona waktu yang beda, soal rejeki, soal jodoh, soal kesiapan. Akhirnya saya kembali mengisi hari-hari saya dengan belajar dan nonton hal-hal yang faedah, karena saya masih ingin sekolah lanjut, dan juga pastinya sebagai wanita karir, saya ingin kemampuan saya mengelola keuangan lebih kenceng daripada kemampuan klik belanjaan di online shop.

Sehari-hari selain kerja mulai jam 08.00 sampai dengan 18.00 (or even more wkwkwk), saya nonton arsitektour di youtube, sebuah channel yang informatif tentang tips memiliki rumah sebelum usia 30 tahun, atau gimana sih tips beli rumah atau pilih material rumah saat ingin membangun rumah impian. Kemudian ada juga channel Livinglovingnet, isinya seputar desain interior rumah yang dimiliki oleh pasangan muda atau juga single potato seperti saya, baik apartemen maupun rumah, gimana caranya memaksimalkan space dengan selera dan budget kita. Menurut saya hal-hal seperti itu menarik untuk diketahui, agar kita punya referensi dan wawasan saat akan memiliki hunian.

Selain itu saya juga menyimak tips-tips pengelolaan finansial, tentunya dengan harapan-harapan saya di atas saya pikir harus punya basicnya, minimal paham fundamental, agar sejalan, ada keinginan-ada usaha, ada modal-ada barang. Untuk ukuran karyawan seperti saya, gaji sangat riskan menguapnya apabila tidak dikelola dengan baik. Eh, sebenarnya berapapun gajinya relatif lho, cukup nggaknya untuk kita tergantung penggunaannya. Saya menonton edukasi finansial dan investasi dari Fintalk, Ryan Filbert, Bareksa, CNBC, DJPPR Kemenkeu, dan literally anything yang menurut saya kontennya bagus dan mudah dicerna.

Jadi sedikit sekapur sirih dari kehidupan gaji saya di rekening, begitu d-day (read:payday) saya akan urus fix cost terlebih dahulu, seperti uang kos untuk Pak Imam (Bapak Kos), uang kiriman untuk keluarga – yang suka saya tulis di deskripsinya: “buat beli kebon sawit” (orangtua tinggal di Kalimantan), tabungan karyawan (autodebet), arisan (autodebet), dan paling penting paripurna dalam fix cost adalah sedekah.

Setelah itu saatnya investasi, saya punya angka minimum investasi, yang biasa saya set di awal bulan, untuk top-up tabungan emas, atau reksadana, dan juga kalau lagi ada produk baru SBN saya akan beli dengan pertimbangan tertentu. Saat ini portofolio Bareksa saya dihiasi diantaranya SBR009 dan SR012. Nah sebenarnya alasan saya membeli SBN adalah karena tentunya saya ingin diversifikasi produk investasi, I don’t put my eggs in one basket (eh dikate gw ayam), kedua karena keamanannya. Seaman apasih investasi di SBN? Apakah ada investasi yang seaman itu di dunia? Jawabannya ada doong, dan sangat amat. SBN itu sendiri adalah Surat Berharga Negara yang diterbitkan oleh Pemerintah untuk membiayai berbagai proyek pembangunan atau belanja Negara, karena pajak itu sendiri ngga cukup gaes untuk segala kebutuhan rumah tangga kita *loh baper mbanya.

Secara singkat, produk SBN hampir sama persis dengan deposito, yang membedakan yaitu penerbitnya. SBN diterbitkan oleh negara, negara berhutang kepada masyarakatnya baik institusi maupun kita-kita ini netizen budiman yang kalau beli masih receh-receh begitu dan mikirnya pasti luamaaa banget, sedangkan deposito diterbitkan oleh Bank. Ketika suatu negara mengalami gonjang-ganjing ekonomi nih, kita bisa bayangin kan pihak mana dulu nih yang akan merasakan imbasnya, SBN aman karena dijamin oleh Negara. Selain itu siapa sih yang ngga pengen negaranya maju, makmur, sampai rumput tetangga ngga lagi kelihatan ijo tuh, nah dengan SBN ini kita bisa ikut berkontribusi untuk pembangunan Negeri. Inilah yang jadi alasan ketiga kenapa saya suka dengan SBN, disetiap penerbitan produknya DJPPR Kemenkeu akan menjelaskan tujuan penggunaan dana dari SBN yang diterbitkan, dan di-boengkoes dengan infografis yang menarik. Jadi sebagai millennial, eyes-pleasing begituh lihatnya, cakeup!.

Meskipun saya lulusan manajemen keuangan, tapi rasanya ilmu yang dulu dipelajari ngga bakal cukup, soalnya dunia keuangan dan investasi memang sedinamis itu, banyak hal-hal baru setiap harinya, dan ketika kita merasa cukup tahu, disitulah sebenarnya kita sedang lemah, karena kita merasa cukup sehingga ngga mau lagi belajar lebih. Terutama produk investasi, begitu masuk platform, rasanya kayak masuk ke tanah abang, banyak sekali jenis produk dengan fitur masing-masing, bedanya ngga ada yang teriak-teriak manggil “Boleh dicoba dulu Bunda!”.


Itulah timeline saya, bekerja-belajar-mencoba hidup dengan baik dan memantaskan diri, yang mungkin berbeda – tentunya antara saya dan rekan semua. Mari berbahagia dan menghargai segala sesuatu yang kita jalani sekarang, karena saya rasa semua orang punya waktu, timeline yang berbeda, tidak ada yang terlalu cepat, atau terlalu lama, karena kita semua butuh menghargai proses, waktu dan biarkan semesta bekerja. Semangat ya! 😊

 #DJPPRKemenkeu #CreatorCompetition #IniUntukKita

Comments

  1. Kak bener" relate banget ceritanya sama yg aku rasain sekarang..semangat terus kak semangat buat kita yaaa
    Aku paling suka sama quote di akhir cerita����

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular Posts