BAGIAN II: BIMBANG?
Terus selama ujian hidup mencari
kerja itu berlangsung pernah nggak jenuh, lelah, ingin ku rabi saja, atau
bimbang karena pilihan?. YA VERNAH. Pertama jenuh itu pasti, karena biasanya
ketika kita ditolak gabakal ada feedback dari perusahaan kenapa kita ngga cukup
qualified untuk jadi bagian dari mereka, jadi emang kita sendiri kudu giat
introspeksi diri. Selain itu banyak pula omongan sana sini yang bikin kuping
agak gatel, dan aku pernah nangis dibuatnya. Yaewlah cupu kek yupi.
Saya suka minder, susah mikir
positif, dan ngga sabaran, tapi kalau udah jenuh gitu saya bisa nyembuhin diri
sendiri, obatnya gampang, telfon Mamak dan inget betapa kasian hidup orangtua
kalo anaknya ngga berhasil cari nafkah :’). Juga, pergi jalan sendirian terus
tengok kanan kiri, lihat orang jualan, di masa tuanya masih harus dorong
gerobak dan yang termembekas karena sering ku lihat, Ibu ibu pemulung yang suka
cari nafkah di gang kosku. Nelangsa rasanya kalau saya ngga syukur dan patah
semangat. This world full of unexpected things dan kita terlalu rapuh buat
menolak keadaan. Jadi, anggap saja diri kita investasi jangka panjang yang
punya risiko yang harus di mitigasi dengan cara menerima risiko itu sendiri dan
coba cari sudut pandang asik dari setiap ketidakasikan yang terjadi.
Awfvfvvfvvbsdjvnjnvjsdn panjang amat. Intinya jangan menolak segala bentuk
kesedihan, sedih itu kebutuhan, not being okay is okay once in a while. Temui
temanmu dan bermainlah. Aku pribadi love banget sama sohib kosku, Dina Asrina.
Terkait dengan kebimbangan, ada
satu tips yang bisa saya kasih, tentukan asumsi dan ruang lingkup. Untuk saya
pribadi dalam hal ini asumsinya saya diterima dimanapun yang paling duluan
itulah yang saya ambil. Dengan demikian ngga ada berat di hati karena dengan
komitmen itu pun berarti Tuhan sudah membantu jalan kita sedemikian rupa. Saya
yakin setiap orang berharap tempat terbaik, tapi balik lagi inget batesan diri
dan hakikat dari bekerja itu sendiri. Kerja itu ibadah dan kalau bisa jadi
amalan kita nantinya. Jadi jangan cuma lihat materi semata dan kemakan gengsi.
Sebagai contoh, waktu itu pas saya keterima Taspen, ternyata saya juga lolos
tes tahap 3 Bank Indonesia. Kalau saya nurutin gengsi, mungkin saya bakal
kegoda buat lepas yang jelas jelas buka tangannya untuk saya duluan. Tapi saya
kekeuh buat lanjutin Taspen, karena saya sadar betapa ngga gampangnya cari
kerja dan perjuangan sejauh ini. Sebagai bentuk renungan aja, worst casenya ternyata BI nya ngga lolos
padahal udah lepas Taspen. Itu bisa terjadi ke siapa saja, dan itu pilihan.
Ada banyak pilihan dalam proses
penantian kerja. Milih nunggu lama buat masuk ke dream jobmu, atau milih ikutin
semua yang possible dan sekiranya kamu cocok dan ambil kesempatan. Dan lain
sebagainya. Buat saya sendiri, di usia ini saya punya banyak cita-cita, dan
makin cepet saya mulai berproses, makin possible cita-cita itu satu persatu
direalisasi. Dan syukurnya, ternyata saya masuk di era Taspen kekurangan
penerus karena ketimpangan demografi jadi ada banyak kesempatan assessment
dalam waktu singkat. Jadi, indahnya bersyukur kan J
Siapapun kamu yang sedang baca ini,
juga jangan lupa alasan kenapa kamu harus tetep kuat, nggak menyerah. Its okay
not being okay sometimes. Jangan lari.
Comments
Post a Comment